Kata orang, tangisan bayi adalah suara terindah bagi ayah ibunya. Tak hanya suara tanpa makna, sesungguhnya tangisan bayi memiliki maksud yang ingin dibaginya kepada orang di sekelilingnya.
ummi-online.com – Seorang bayi akan langsung menangis sesaat setelah dilahirkan sebagai tanda kehidupannya. Untuk beberapa bulan ke depan, tangisan inilah yang jadi penghubung bayi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya, sebelum akhirnya bayi mulai bisa bicara dan mengungkapkan kebutuhan dan perasaannya dengan kata-kata.
Tangisan dan bahasa tubuh
“Bagi bayi, menangis adalah perilaku yang wajar. Ini adalah cara berkomunikasi yang diketahui bayi pada usia 3–4 bulan pertama,” terang Vera Itabiliana K. Hadiwidjojo, psikolog anak dan remaja di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia.
Untuk kebutuhan atau keluhan apapun si bayi hanya bisa menggunakan tangisannya guna menarik perhatian sekaligus mengomunikasikan kebutuhannya tersebut. Dari tangisan inilah orangtua atau orang lain di sekitar si bayi akan mengetahui apa yang diinginkan bayi. Umumnya makin keras suara tangisan, makin kuat atau mendesak pula kebutuhannya. Pada semua kondisi yang membutuhkan bantuan orang di sekitarnya, si bayi akan menangis; dari kondisi sakit sampai kekenyangan.
Tak hanya tangisan, biasanya bayi pun menyertakan bahasa tubuh untuk memperkuat maksudnya. Misal, bila terlalu kenyang, bayi akan menangis sambil muntah. Atau bila bayi merasa bosan, ia menangis sambil memainkan jari-jarinya. Tangisan dan bahasa tubuh ini saling menunjang (lihat Inilah Makna Tangisan Bayi Anda). “Umumnya setelah tiga bulan akan terbentuk bahasa khas yang dimengerti oleh ibu dan bayi,” imbuh lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.
Sampai akhirnya terjadi pengertian antara ibu dan bayi, tentu saja si ibu mesti mempelajari maksud tangis si kecil. Baru kemudian si ibu akan tahu kalau setiap kali bayi menangis, bukan selalu berarti popoknya basah atau ingin menyusu.
Untuk mempermudah proses pengenalan ini, Vera mengungkapkan satu metode yang dikenal sebagai metode SLOW (Slow, Listen, Observe, What’s up). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut;
Slow. Saat bayi menangis, jangan langsung menggendongnya atau langsung memberikan ASI, karena bisa jadi bukan itu yang diperlukannya. Jadi perhatikan dulu apa yang sesungguhnya dibutuhkan bayi. Perlahan dan tenang saja. Selain memerhatikan, ibu juga bisa mengajak bayi bicara dan menanyakan apa yang diinginkannya. “Meski belum bisa bicara, bayi bisa mendengar perkataan kita,” imbuh ibu satu putra ini.
Listen. Lalu dengarkan tangisan seperti apa yang disuarakan si bayi, apakah tangis karena haus dan lapar, karena lelah, kedinginan dan sebagainya.
Observe. Teliti lagi apa yang menyebabkannya menangis. “Tak ada bayi yang menangis tanpa sebab. Pasti ada sebabnya,” kata Vera. Kita bisa tahu penyebabnya dari tangisannya atau dengan memeriksa keadaan si bayi, dari kondisi tubuh dan keadaan sekelilingnya.
What’s up. Setelah tahu penyebabnya, barulah ibu dapat melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan si bayi.
Biasanya pada tiga bulan pertama, bayi menangis semata karena kebutuhan fisik saja. Sementara kebutuhan psikologi?misalnya kebutuhan ingin lebih diperhatikan?baru bisa diungkapkan si bayi setelah berusia 3 bulan ke atas. Baik kebutuhan fisik maupun psikologi tentu saja harus bisa dipenuhi orangtua atau orang-orang di sekeliling bayi dengan sebaik-baiknya.
Ada mitos yang berkembang di masyarakat, kalau bayi menangis sebaiknya dibiarkan saja supaya tidak manja dan agar fisiknya kuat. Itu tidak benar. Menurut Vera, jangan membiarkan bayi menangis terlalu lama tanpa usaha orangtua untuk mengetahui penyebabnya. Tentu saja jangan langsung menggendong setiap kali bayi menangis. Namun berikanlah respons positif untuk setiap tangisannya, misalnya dengan menyentuh atau mengajaknya bicara. “Di sinilah akan terbentuk trust (kepercayaan – red) bayi pada orang-orang di sekitarnya yang menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Dengan diberi respons bayi akan merasa nyaman, dimengerti, disayang dan diinginkan kehadirannya di dunia ini,” papar perempuan kelahiran 35 tahun silam ini.
Bila bayi menangisi dibiarkan terus tanpa direspons positif, bisa jadi kelak anak akan tumbuh menjadi anak yang rendah diri karena ia merasa kurang diperhatikan. Lagipula, bayi hanya menangis bila benar-benar membutuhkan sesuatu, baik kebutuhan fisik maupun psikologis. Sebab, sebagai makhluk paling murni bayi tak mungkin berpura-pura dan memanipulasi tangisannya.
Orangtua harus tenang
Walaupun bayi menangis adalah hal wajar, perlu diwaspadai bila bayi menangis dengan kondisi tertentu. Pertama, bila bayi yang biasanya tenang, tiba-tiba menangis selama 2 jam atau lebih. Semua cara sudah dilakukan untuk menenangkan bayi namun tak berhasil. Kedua, bila bayi menangis disertai demam, kejang, muntah, muka pucat dan sebagainya.
Bila ini terjadi, kemungkinan si bayi sakit. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan meminta bantuan keluarga terdekat atau tetangga yang sudah berpengalaman menangani bayi. Biasanya mereka lebih tenang dan bisa memberikan jalan keluar. Kalau memang kondisi bayi parah, tentu harus secepatnya dicarikan bantuan medis. Si ibu sendiri biasanya secara naluri juga akan tahu bila bayinya sakit atau sekadar cari perhatian saja. Naluri ini, kata Vera, ada dalam diri perempuan seketika ia menjadi ibu.
Namun begitu, dalam menghadapi tangisan bayi sekencang atau selama apapun, ibu harus tetap tenang. Kegelisahan ibu dalam menangani bayinya yang menangis akan “menular” pada si bayi. Alih-alih tenang, bayi akan semakin rewel dan tak berhenti menangis. Jika sulit untuk tetap tenang, sebaiknya ibu meminta bantuan orang di sekitarnya, seperti suami, nenek, atau pengasuh. Sementara bayi ditangani orang lain, ibu bisa menenangkan diri dahulu.
“Anak-anak itu sangat sensitif terhadap perilaku orangtuanya,” tegas Vera, “mereka akan merasakan, misalnya, ketidakikhlasan orangtua menghadapi mereka.” Karena itu ketenangan yang berawal dari keikhlasan amat dibutuhkan dalam menghadapi bayi. Buatlah bayi nyaman dalam dekapan. Perdengarkan suara berirama dari suara kita sendiri atau dari media lainnya, bisa berupa nyanyian lembut, musik klasik, atau lantunan zikir. Lalu ayun bayi perlahan sambil memijat lembut bayi. Beri sesuatu untuk diisap, jika masih menyusu biarkan ia menyusu.
Ada bayi yang relatif lebih sering menangis dibandingkan bayi lainnya. Karena bayi menangis pasti dengan sebab, bayi yang sering menangis atau rewel ini kemungkinan disebabkan ia merasa kebutuhannya belum terpenuhi dengan baik. Ia terus menangis untuk mengomunikasikan kebutuhannya yang belum dipenuhi tersebut. Cepatlah cari tahu apa yang ia butuhkan karena bayi yang merasa kebutuhannya tidak terpenuhi akan tumbuh dengan rasa ketidakamanan dan ketidakpercayaan pada lingkungannya.
Jadi, jangan pernah remehkan tangisan si bayi.
Inilah Makna Tangisan Bayi Anda
Psikolog Vera Itabiliana, mengutip buku karya Tracy Hogg dan Melinda Blau, Secrets of the Baby Whisperer: How to Calm, Connect, and Communicate With Your Baby, mengungkapkan kurang lebih ada 10 hal yang bisa kita identifikasikan berkenaan dengan tangisan dan bahasa tubuh bayi.
Apa saja sih maksud yang ingin diungkapkan bayi dengan tangisannya? Berikut penjelasannya.
1. Lelah
Tangisan : iawali dengan rewel/marah/rengekan, jeritan pendek, tangisan keras, jeda pendek, tangisan lebih panjang dan keras, terus menangis sampai tertidur.
Bahasa tubuh: Menguap, punggung meregang ke belakang,kaki menendang, menggapai kemana-mana, mengusap wajah, menggeliat, wajah merah padam.
2. Terlalu banyak rangsangan
Tangisan: Panjang dan keras.
Bahasa tubuh : Lengan dan tungkai bergerak ke mana-mana, kepala menjauh dari cahaya, berpaling dari ajakan bermain.
3. Bosan
Tangisan: Rewel/marah, bukan tangisan langsung.
Bahasa tubuh: Berpaling/menjauh, bermain dengan jari.
4. Sakit/Nyeri
Tangisan: Jeritan tinggi tiba-tiba,menahan nafas di antara jeritan.
Bahasa tubuh : Tubuh menegang, menarik lutut ke arahdada, wajah mengernyit, lidah menggulung ke atas.
5. Lapar
Tangisan: Diawali batuk kecil, lalu tangisan pendek, menetap dan berirama.
Bahasa tubuh : Menjilat bibir, lidah menjulur, kepalaberpaling ke samping, menarik genggaman tangan ke arah mulut
6. Kedinginan
Tangisan: Menangis kencang dengan bibir bawah gemetar.
Bahasa tubuh : Timbul bintil merinding, mungkin menggigil, anggota tubuh terasa dingin, kulit kebiruan.
7. Kepanasan
Tangisan: seperti terengah-engah, awalnya suara rendah, lalu menangis.
Bahasa tubuh : Berkeringat, nafas tak teratur, bercak merahpada kulit.
8. Ingin dipeluk/digendong
Tangisan: “uuuu”, berubah “waa” pendek seperti anak kucing, hilang begitu diangkat.
Bahasa tubuh: Memandang sekeliling.
9. Kekenyangan
Tangisan : Rewel setelah menyusu atau makan.
Bahasa tubuh : Muntah.
10. Ingin buang air besar
Tangisan: Menggumam atau menangis ketika sedang makan atau menyusu.
Bahasa tubuh : Menggeliat, menekan tubuh ke bawah, berhenti menyusu, pup.
Leave a Reply