Bersyukurlah Kala Terkena Musibah!

Ahmad-Mudzoffar-Jufri-460x250hasanalbanna.com – Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan apapun bentuk musibah yang menimpa kalian, maka itu adalah disebabkan oleh ulah tangan-tangan kalian sendiri, padahal Allah memaafkan (menutupi dan tidak menghukum) sebagian besar yang lain (diantara kesalahan-kesalahan kalian).” (QS. Asy-Syura [42]: 30)

Kita tidak bisa membayangkan seandainya seluruh kesalahan, kelalaian, keteledoran, pelanggaran, kemaksiatan dan dosa kita, disingkap dan dibeber semuanya serta dihukum setimpal oleh Allah Ta’ala di dalam hidup di dunia ini! (lihat misalnya QS. An-Nahl [16]: 61) dan QS. Fathir [35]: 45). Allahumma ‘afwaka..! Ya Allah, ampunan-Mu-lah yang selalu kami harap..!

Ini yang sering saya katakan bahwa, saat tertimpa ujian musibah buruk yang biasanya seseorang akan diingatkan agar banyak bersabar dalam menghadapinya, dengan sedikit tafakkur, perenungan dan muhasabah (introspeksi/evaluasi diri), kita akan segera tersadar bahwa, ternyata justru sikap syukur-lah yang lebih butuh dihadirkan disitu! Demi mengingat dan menyadari betapa masih lebih banyak dan lebih dominan dosa-dosa yang Allah maafkan dan ampuni, minimal dengan menutupinya dan tidak membeberkan kebanyakannya. Belum lagi bila mengingat dan menyadari pula beragam karunia kenikmatan dan kerahmatan tak terhingga yang masih tetap Dia limpah ruahkan kepada kita, ditengah kemaksiatan dan dosa-dosa kita! Namun betapa seringnya kita melalaikannya?!

Sebagaimana sebaliknya, saat beroleh ujian baik berupa kenikmatan yang menyenangkan, dimana biasanya akan dinasehatkan agar kita banyak bersyukur atasnya, dengan sedikit tafakkur dan perenungan pula, kitapun akan segera ingat dan sadar bahwa, dalam menerima, menyikapi dan mempertanggung jawabkan kenikmatan tersebut, sangat boleh jadi ternyata justru sifat dan sikap sabarlah yang lebih dituntut disana, daripada syukur!

Karena sabar dan syukur memang harus senantiasa bergandengan, dalam kondisi dan situasi apapun, dan tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Sebab salah satunya memang merupakan sarana utama, landasan dan bahkan syarat bagi yang lainnya. Sifat sabar adalah sarana utama, landasan dan bahkan syarat bagi syukur. Begitu pula sebaliknya, sifat syukur merupakan sarana utama, landasan, dan bahkan syarat bagi sikap sabar. Atau dengan kata dan ungkapan lain, tiada sabar tanpa syukur, dan tiada syukur tanpa sabar. Sehingga hanya orang pandai bersyukurlah yang mampu benar-benar bersabar saat tertimpa ujian keburukan berupa musibah yang menyusahkan! Demikian pula, hanya orang sabarlah yang mampu benar-benar bersyukur atas ujian kebaikan berupa kenikmatan yang menyenangkan!

Oleh karena itu, di kala Allah menimpakan musibah buruk dan berat yang menyesakkan, disamping tentu saja harus istiqamah dan tsabat (teguh) dalam menghadapinya dengan penuh kesabaran, mari tak henti pula memuji Allah Ta’ala dan bersyukur kepada-Nya, dengan pujian dan sikap syukur yang sebenar-benarnya. Bukan bersyukur atas musibah yang melanda. Melainkan bersyukur karena kita sadar bahwa, yang Allah tutupi diantara kesalahanan-kesalahan kita, kelalaian-kelalaian kita, keteledoran-keteledoran kita, pelanggaran-pelanggaran kita, kemaksiatan-kemaksiatan kita, dan dosa-dosa kita, baik yang syar’i (pelanggaran terhadap ketentuan hukum syariah Allah) maupun yang kauni (pelanggaran terhadap ketentuan hukum sunnatullah yang berlaku di alam ini)…

Ya, ternyata apa yang Allah tutupi tetaplah masih jauh lebih banyak dan lebih dominan, daripada yang Allah singkap, Allah beber dan Allah hukum! Belum lagi bila musibah yang menimpa itu, sebesar dan seberat apapun, yang tiada lain juga akibat kesalahan, keteledoran, kelalaian, kemaksiatan dan dosa kita-kita sendiri… bila dibandingkan dengan berlimpah anugerah kenikmatan dan kerahmatan yang masih tetap Allah pertahankan dan curahkan kepada kita, dalam berbagai aspek dengan beragam bentuknya dalam hidup ini! Dan hasilnya? Tentu saja sangat tidak sebanding sama sekali, dan bahwa, musibah yang terjadi itu sangatlah tidak ada apa-apanya sama sekali!

Nah, jika demikian halnya, maka bukankah benar bahwa, saat musibah menimpa, dengan sedikit perenungan saja, ternyata kita lebih butuh bersyukur daripada bersabar?

Ada yang setuju dengan saya?

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*