Sering kali kita mendengar kata Bullying, tapi apakah kita sudah tahu apa itu bullying ?
Istilah bullying merujuk pada perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Secara konseptual, bullying sering terjadi di kalangan anak sekolah.
Salah satu penyebab terjadinya bullying menurut National Youth Violence Prevention Resource Center (2002)* adalah suasana sekolah yang tidak kondusif. Kurangnya pengawasan orang dewasa atau guru pada saat jam istirahat, ketidakpedulian guru dan siswa terhadap perilaku bullying, serta penerapan peraturan anti bullying yang tidak konsisten merupakan kondisi-kondisi yang menumbuhsuburkan terjadinya bullying di sekolah.
Selain itu pelaku bullying juga biasanya terjadi karena faktor internal, yaitu dari keluarga. Apabila keluarga sedang ada konflik, atau kedua orangtua bertengkar di hadapan anak, selain anak merasa tertekan, anak juga akan merekam apa yang dia lihat ketika kedua orangtuanya bertengkar, sehingga dia melakukan hal yang sama kepada orang lain. Faktor keluarga yang kurang harmonis pun juga menjadi salah satu sebab pelaku bullying. Tak hanya itu, tayangan televisi juga bisa menjadi salah satu sebabnya.
Padahal dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI Pasal 14 berbunyi:
(1) Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.
(2) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.
Namun, bagaimana dengan kenyataan tayangan televisi saat ini?
Banyak sekali tayangan yang tidak seharusnya ditonton oleh anak-anak, terlebih yang mengandung kekerasan. Karena itu bisa berdampak pada kejiwaan anak itu sendiri, sehingga dia mengikuti apa yang dia tonton. Di situlah peran lembaga penyiaran dan orangtua harus ada untuk mengawasi putera-puterinya.
Selain itu, orangtua juga harus memerhatikan waktu kapan saja anak menonton, karena apabila dibiarkan begitu saja anak akan lupa waktu, oleh karenya sebagai orangtua juga harus mempunyai kebijakan sendiri dalam hal ini. Utamanya orangtua harus mengingatkan dan menyuruh anak untuk berhenti menonton atau aktivitas lainnya saat waktu-waktu shalat.
Karena itu akan berdampak juga pada kedisiplinan anak, tak hanya itu, anak juga akan lebih menghargai waktu, dan lebihnya lagi nanti anak akan terbiasa shalat di awal waktu, karena sang anak telah dilatih dari kecil.
Saat ini pembullyingan semakin parah, bullying bisa dilakukan dengan bantuan teknologi yang disebut cyberbullying. Jejaring sosial seakan menghianati tujuan awalnya yakni mempererat hubungan antar manusia. Setiap orang bisa menjadi siapa saja dibalik topeng akun (account)-nya. Akibatnya kata-kata negatif berhamburan tanpa dipikirkan dulu secara mendalam apa akibatnya bagi diri atau orang lain yang membacanya.
Beberapa praktik cyberbullying yang sering dilakukan, yaitu melakukan missed call panggilan telepon sekejap namun berulang-ulang, melakukan panggilan telepon yang bernada mengejek dan mengancam, mengirim sms atau email berisi hinaan atau ancaman, menyebar gosip lewat jejaring sosial, mengunggah foto, video, atau hal lainnya yang bersifat rahasia, dan banyak lagi.
Cyberbulling tidak kalah kejamnya dengan bullying itu sendiri. Mengapa begitu? Dan ini dikarenakan cyberbullying bisa dilakukan 24 jam, bisa saja pelaku cyberbullying mengirim sms atau pesan lewat media sosial tengah malam, ataupun di waktu-waktu yang pelaku kehendaki. Cyberbullying bisa terjadi di mana saja, berbeda dengan bullying yang biasanya saat di sekolah atau tempat-tempat tertentu. Sesuatu yang sudah diunggah ke internet sulit dihapus, tak hanya itu, pesan, gambar atau video dapat dikirim dengan identitas palsu sehingga sulit untuk diidentifikasi.
Bisa kita bayangkan betapa kejamnya cyberbullying tersebut. Dalam hal ini Mendikbud Anies Baswedan (2016) menambahkan data yang mencatat 84% anak-anak yang pernah mengalami kekerasan. Sedangkan 70% anak-anak pernah menjadi pelaku kekerasan di sekolah.
Sungguh, persentase yang luar biasa untuk kasus ini.
Kasus bullying dan cyberbullying ini berdampak buruk bagi psikologi atau kejiwaan.
Anak atau remaja pelaku bullying cenderung terlibat dalam kekerasan, perilaku itu beresiko saat ia beranjak dewasa, bentuknya bisa jadi sering terlibat perkelahian, melakukan aksi vandalisme, merusak fasilitas umum, penyalahgunaan, kecanduan alkohol dan narkoba, terlibat kegiatan kriminal dan keluar masuk penjara ketika beranjak dewasa, melakukan kekerasan pada anak, keluarga, atau orang di sekitarnya setelah dewasa.
Akibat bullying terhadap yang menyaksikan biasanya terdorong untuk membolos, terdorong meningkatkan penyalahgunaan rokok, alkohol dan obat-obattan terlarang, rentan terhadap kesehatan mental, misalnya mudah depresi dan kecemasan berlebihan.
Sedangkan dampak bagi yang dibullying adalah munculnya berbagai masalah mental seperti depresi, kegelisahan dan masalah tidur, masalah ini mungkin akan terbawa hingga dewasa, keluhan kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit perut dan ketegangan otot, rasa tidak aman saat berada di lingkungan sekolah, mogok sekolah, penurunan semangat belajar dan prestasi akademis, dalam kasus yang cukup langka, anak-anak korban bullying mungkin akan menunjukkan sifat kekerasan.
Itulah kasus yang sering kali kita dengar dan beberapa akibat dari bullying. Lalu, bagaimana bullying dalam pandangan Islam?
Pada dasarnya bullying atau penindasan ini merupakan tindakan yang sangat tidak dianjurkan dan sangat tercela, mari kita simak pandangan Islam mengenai kasus penindasan atau bullying ini.
Dalam Islam sendiri sangat melarang keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku merendahkan orang lain. Hal ini sebagai mana penjelasan dalam sebuah firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11)
Oleh sebab itu, kita sebagai sesama muslim dan sesama manusia haruslah menjaga dan menebar kasih sayang pada semua, bukan justru berbuat zalim sesama manusia.
Seperti hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Muslim adalah orang yang menyelamatkan semua orang muslim dari lisan dan tangannya. Dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah”. (HR. Bukhari no. 10)
Sesama Muslim juga dianjurkan untuk saling menyerukan kebaikan, sebagaimana firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala:
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”. (Qs. Ali-Imran [4]: 104)
Selain itu, bullying juga disebabkan kurang terbangunnya rasa persaudaraan di antara sesama. Dan hal tersebut tidak sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wata ‘Ala:
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٞ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ ١٠
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Qs. Al-Hujurat [49]: 10)
Begitulah Islam memendang bullying, dalam Islam bullying adalah perbuatan yang sangat tercela. Lalu bagaimana cara mengatasi korban bullying tersebut?
Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasinya:
Pertama, apabila anak mengalami bullying dan bullying yang dilakukan pelaku berupa intimidasi verbal, salah satu caranya orangtua dan guru bisa melatih anaknya untuk bela diri verbal. Contoh dari bela diri verbal.
Misalnya dalam sebuah kasus, A sebagai Pelaku, B sebagai Korban, terjadi percakapan sebagai berikut:
A: Hai gendut
B: Hai juga
A: Badanmu kayak gajah, gede…haha…
B: Iya alhamdulillah, itu tandanya aku tidak kekurangan makan, berkecukupan. Haha
A: Dasar jelek
B: Menurut orangtua ku, aku cakep.
A: Menurut kami kamu jelek.
B: Setiap orang boleh berbeda pendapat.
Dan kosa kata lainnya. Sesuatu yang ditanggapi berulang-ulang dengan tenang dapat membuat pelaku bullying akan bosan dengan sendirinya dan malah bukan korban bullying yang kesal, tapi si pelakunya sendiri.
Tapi ini sekadar contoh, para orangtua bisa mengkreasikannya dalam bentuk kosakata lain. Wah jadi orangtua harus kreatif dong?
Lah kata siapa jadi orangtua tidak harus kreatif? Itu ujiannya punya anak kan, yaitu mau tidak kita menyediakan waktu, bersusah-susah berfikir untuk berkreasi menghadapi perilaku-perilaku atau kejadian-kejadian pada anak yang terus berubah?
Tapi tenang, kabar gembiranya, semua orangtua sudah diberikan potensi kreatifitas kok. Insya Allah, para orangtua akan menemukannya sendiri kalau giat berlatih.
Kedua, kita juga harus menanamkan pada diri anak agar anak dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun, apabila terus-terusan dibullying, sebagai orangtua juga harus mengajarkan anak untuk melawan. Melawan di sini maksudnya adalah, semisal adik akan memukul kakaknya, lalu kakaknya menangkap dan menahan tangan adik agar tidak mengenai kakaknya.
Ketiga, Islam mengajarkan untuk membalas kejahatan dengan kebaikan, maka peran orangtua di sini mengajak anak yang sering membullying untuk main ke rumah lalu diberi suguhan dan diajak ngobrol santai, buat dia nyaman, sehingga dia sungkan untuk membullying anaknya lagi, bahkan bisa jadi dia yang akan menjadi penjaga anaknya di sekolah saat anaknya dijahili.
Keempat, tanamkan ilmu agama pada anak sejak kecil.
Kelima, pancing anak untuk terbiasa bercerita tentang kesehariannya, karena bisa jadi sang anak takut untuk bercerita.
Akhirnya dia diam dan berdampak pada kejiwaannya, itu bisa berdampak bahaya bagi kepribadiaan sang anak.
Itulah beberapa cara untuk mengatasi bullying terhadap anak yang dilakukakan oleh teman sebayanya atau kakak tingkatnya.
Wallahu A’lam Bisshowab.
Dedy Martoni
Pembina JSIT Indonesia
Leave a Reply