Tiba masanya seorang anak beranjak remaja. Berbagai perubahan terjadi pada fisik dan psikis anak di masa pubertas. Perubahan ini kadang membingungkan mereka, apalagi bila masa pubertas itu datang terlalu dini.
ummi-online.com – Banyak definisi tentang pubertas, tapi intinya pubertas adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini terjadi pada kisaran usia 11 atau 12 tahun, bisa lebih cepat atau lebih lambat. Selain perubahan fisik dan psikis, pubertas menunjukkan kematangan fungsi seksual, pada anak perempuan ditandai keluarnya haid pertama (menarche). Sedangkan pada anak laki-laki munculnya “mimpi basah”.
Beberapa tanda fisik pun menyertai tahapan ini. Pada anak perempuan, antara lain, mulai membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di ketiak dan kemaluan, keringat yang bertambah banyak, dan panggul yang melebar. Sementara pada anak laki-laki, suara menjadi lebih berat, tumbuhnya rambut di ketiak, kemaluan dan di wajah (kumis, jenggot), tumbuh jakun, keringat yang bertambah banyak, otot menguat dan sebagainya.
Takut karena tak paham
Masalah psikologis yang biasanya dihadapi anak-anak yang mengalami pubertas, kata Psikolog Nurul Annisa, M.Psi, lebih banyak disebabkan adanya ketidaknyamanan dan ketidakpahaman terhadap perubahan fisik yang mereka alami. Munculnya jerawat, bau badan, bentuk tubuh yang mulai berubah di sana sini, kadang membuat sebagian anak merasa tak nyaman, bahkan timbul rasa tidak percaya diri.
Keadaan ini tak bisa dibiarkan berlarut karena berimbas pada perkembangan psikologi anak selanjutnya. Bila rasa tak percaya diri ini dibiarkan, kelak bisa menciptakan konsep diri negatif pada anak. Maka yang mesti dilakukan adalah memberi pengertian tentang keadaannya. “Ketidakpahaman ini akan berangsur pulih ketika anak membicarakannya dengan orang yang lebih mengerti, seperti orangtua atau gurunya,” jelas psikolog di Klinik Kancil, Kemang, Jakarta Selatan ini.
Tentu itu bisa dilakukan bila sudah tercipta komunikasi yang baik antara orangtua dan anak agar mereka tidak mendapat informasi yang salah dan menyesatkan soal perubahan yang mereka alami.
Namun, diakui Nurul, anak-anak kini kebanyakan sudah mengetahui apa yang akan mereka alami saat puber melalui media (termasuk internet) yang semakin mudah mereka akses. Sebagian sekolah dasar pun memberikan materi pendidikan seks yang memberi wawasan seks yang tepat pada anak. Jadi, ketika mereka benar-benar mengalaminya, tak ada rasa takut atau cemas lagi.
Pubertas terjadi semakin dini
Bila umumnya pubertas terjadi di usia sekitar 11 atau 12 tahun, ternyata belakangan ini usia pubertas semakin muda saja. Misalnya, anak perempuan 8 tahun sudah menstruasi. Atau, anak laki-laki usia 11 tahun tapi tubuhnya menyerupai remaja 17 tahun. Kondisi ini disebut pubertas dini.
Nurul menjelaskan bila kondisi pubertas dini semakin sering terjadi, semakin banyak anak yang cepat “gede”, terutama secara fisik. Semua itu tak terlepas dari faktor asupan makanan dan lingkungan. “Secara biologis, pubertas dini bisa disebabkan makanan. Misalnya makanan siap saji yang tidak sehat yang berperan pada peningkatan hormon-hormon reproduksi dan pertumbuhan. Sementara faktor lingkungan, terutama dipengaruhi oleh media dan mudahnya mengakses internet,” papar ibu tiga anak ini.
Lingkungan memang tidak berpengaruh terhadap hormon, namun lebih terhadap persepsi anak tentang dunia orang dewasa. Dari film yang mereka tonton, mereka bisa menganggap pacaran adalah hal yang lumrah dan wajar dilakukan. Tak heran bila anak usia sekolah dasar sudah berpacaran. Parahnya, masih kata Nurul, mereka bahkan menganggap pelukan dan ciuman bukan sesuatu yang tabu lagi. Inilah kenapa orangtua harus mengawasi media yang dikonsumsi anak demi menjaga nilai-nilai pendidikan yang selama ini ditanamkan orangtua, termasuk pendidikan agama.
Tak beda jauh dengan anak-anak yang mengalami puber secara normal, masalah yang dihadapi anak yang puber dini adalah ketidakpahaman. Pertumbuhan mereka yang mendahului anak-anak lainnya bisa juga memicu stres karena mereka merasa berbeda. Mereka merasa lebih tua daripada teman-temannya.
Lagi-lagi, peran orangtualah untuk memberi pemahaman kepada anak bahwa yang mereka alami adalah tahapan yang wajar, meski terjadi lebih dulu dibanding teman-temannya. Sementara itu, walau penampilan dan fisiknya anak yang mengalami pubertas dini ini lebih dewasa dari anak seusianya, tetap perlakukan mereka sesuai usianya.
Perhatikan pula pergaulan mereka agar tak keluar jalur. Mungkin karena tubuh dan penampilannya itu mereka merasa pantas bergaul dengan teman-teman remaja. Sebenarnya secara psikologis, termasuk pola pikir, mereka belum siap menjalani pergaulan yang lebih dewasa. Pendampingan orangtua amat dibutuhkan di sini.
Anak memang tak selamanya menjadi anak-anak. Cepat atau lambat mereka beranjak remaja dan kemudian dewasa. Adalah tugas orangtua untuk memahami setiap tahapan perkembangan anak, hingga mampu mengatasi masalah yang timbul dalam perjalanan hidup seorang anak, termasuk saat anak mengalami pubertas dini.
Leave a Reply