dakwatuna.com – Kebakaran di sebuah sekolah Islam di kota Rangoon, Burma, telah menelan korban 13 anak meninggal dunia, laporBBC Selasa (2/4/2013), yang mengutip keterangan pejabat setempat.
Jurubicara polisi Thet Lwin kepada APmengatakan, gedung berlantai dua, yang merupakan bagian dari sebuah masjid terletak di daerah timur kota Rangoon, itu menampung sekitar 75 anak yatim. Sebagaian besar anak-anak lari keluar saat polisi mengetuk tempat itu, tulis BBC.
Lebih lanjut BBC menulis, Pasukan Kepolisian Myanmar (Burma) dalam laman resmi Facebook-nya mengatakan bahwa korban meninggal karena terbakar atau menghirup asap. “Menurut penyelidikan oleh petugas kepolisian kota itu, kebakaran terjadi akibat tinggi voltase listrik yang berlebihan,” katanya.
Asrama tersebut mengunci pintu-pintunya karena ketegangan yang belakangan ini terjadi, sehingga anak-anak berjuang untuk keluar, tulisBBC.
Sementara itu situs berita Burma dan Rohingya,Mayupress melaporkan, pada 2 April 2013 sekitar pukul 2.45 dini hari waktu setempat Sekolah Agama Islam Swardikiyah yang terletak di Jalan Ke-48, Botataung, Yangon (dulu bernama Rangoon-red), dibakar dan 13 muridnya terbakar hidup-hidup. .
Terkait kondisi yang tidak dapat dihindari sekarang ini, sekolah itu sementara ditutup dari pelajaran reguler dan masih menyisakan sekitar 70 siswa di sana. Saat kebakaran terjadi, 55 orang di antara mereka berhasil membebaskan diri dari lalapan api. Malangnya, 13 santri yang berusia di bawah 13 tahun terbakar hidup-hidup dalam peristiwa itu.
Berbeda dengan laporan BBC dan AP yang mengutip pejabat dan kepolisian Burma, Mayupress melaporkan bahwa kebakaran terjadi bukan disebabkan arus listrik tegangan tinggi, melainkan karena sengaja dibakar.
Pertama kali api terlihat di tempat penyimpanan sepatu. Saat para santri berusaha menyelamatkan diri, mereka terpeleset karena lantainya ternyata licin akibat bahan bakar minyak dan mereka bisa mencium baunya. Bangunan tersebut berlantai dua, dan diketahui hanya bagian dalam yang terbakar.
Sekolah itu tidak menyimpan bahan mudah terbakar seperti minyak tanah atas bensin. Mereka yang tewas berada di dalam satu tempat. Salah satu di antara mereka ada yang tidak terbakar sama sekali dan kelihatannya meninggal saat tidur di dipannya.
Pihak berwenang setempat mengatakan bahwa kebakaran terjadi karena kortsleting, namun warga setempat mengaku mendengar suara hantaman keras sebelum kebakaran terjadi. Warga tidak mengetahui asal suara itu, sebab mereka sedang tertidur lelap.
Mayat-mayat korban dikumpulkan di kamar mayat rumah sakit dan santri-santri yang selamat ditampung di sebuah kamp.
Sementara itu situs berita independen RB News (Rohingya Blogger News) melansir, meskipun pemerintah dan sebagian media setempat melaporkan bahwa kebakaran terjadi karena arus pendek listrik, sejumlah santri yang berhasil menyelamatkan diri dan saksi-saksi mata mengatakan, di sekolah madrasah dan masjid yang letaknya berdampingan itu tidak terdapat sambungan listrik saat peristiwa kebakaran terjadi. Oleh karenanya, api berkobar karena tempat tersebu sengaja dibakar orang.
Menurut sejumlah warga setempat, lima orang di dalam satu mobil terlihat melaju menuju Jalan Ke-48 itu pada pukul 1.30 dini hari tadi.
Salah seorang guru sekolah tersebut yang mengetahui madrasah itu terbakar bergegas berusaha memadamkan api, tetapi terpeleset dan jatuh ke bawah, karena menginjak semacam minyak tanah yang berceceran di lantai. Pakaiannya basah akibat minyak tersebut.
Alarm yang terletak di lantai bawah sekolah baru berbunyi lama setelah kebakaran terjadi.
Meskipun beredar kabar jumlah korban 17 orang, namun jumlah siswa yang meninggal dunia akibat kejadian itu sebenarnya 13 orang dan mayat mereka dibawa ke rumah sakit. Mereka adalah para santri hafidz yang belajar menghapal Qur`an, tulis RB News.
Guru yang pakaiannya basah terkena minyak saat jatuh terpeleset dan badannya juga terbakar itu ditangkap polisi. Saat ditanyai media dia mengatakan kebakaran terjadi karena sekolah itu sengaja dibakar. Namun polisi mengatakan kemudian, peristiwa terjadi karena kortlesting listrik.
Para saksi mata mengatakan, baju-baju yang dipakai santri anak-anak yang ditempatkan di penampungan basah dengan minyak diesel (solar) dan baunya tercium oleh mereka.
“Sekolah kami terdiri dari dua lantai. Kami tidak tahu kalau sekolah kami di bakar pada awalnya, dan saat kami tahu api sudah membesar. Kemudian, saat kami bergegas turun, kami melihat lantai diselimuti dengan bahan bakar minyak. Kami terpeleset menginjak minyak itu dan jatuh ke lantai. Kami berjumlah 70 orang di sekolah dan 51 di antara kami berhasil keluar dan menyelamatkan diri. Kami tidak menyimpan bahan bakar apapun di sekolah. Kebakaran mungkin berawal di tempat rak sepatu. Baju-baju kami masih tercium bau minyak,” kata salah seorang santri berusia 15 tahun kepada M-Media.
Eleven Media Grup yang didominasi orang-orang rasis melaporkan, kebakaran terjadi karena kejutan listrik.* (af/hdt)
Redaktur: Saiful Bahri
Leave a Reply